Ketika Gubernur DKI Menyumbang Hewan Kurban |
SAWARAKYAT.COM - Hari Raya Idul Adha ternyata menjadi momentum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk turut menunjukkan kepeduliannya terhadap umat Islam. Mengutip pemberitaan Liputan6.com (09/09/2016), Ahok menyumbangkan 55 ekor sapi dengan bobot kira-kira 7 ribu kilogram.
Tentu saja, berita ini menggembirakan karena ada sebuah penghormatan yang luar biasa dari Gubernur DKI Jakarta terhadap hari besar agama Islam, yaitu mengenang keridlaan Nabi Ibrahim As mengurbankan anaknya yang bernama Ismail sebagai bukti ketakwaannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hal di atas tertuang dalam Qur’an Surah Ash-Shaffat Ayat 102, yang artinya “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Jika mencermati lebih saksama, sesungguhnya inti dari berkurban bukan sekadar menyembelih hewan, bukan sekadar kemanusiaan tetapi juga ada unsur ketakwaan. Keyakinan untuk menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Tala! Bukankah awalnya yang disembelih adalah anak kandung Nabi Ibrahim As untuk menguji adakah sang nabi beriman kepada-Nya meski kemudian atas kehendak Allah, diganti dengan hewan? Oleh sebab itu sekali lagi ditekankan, menunaikan ibadah menyembelih hewan kurban tidak bisa sekadar dimaknai ‘sedekah daging’ kepada umat Islam.
Bahkan jauh sebelum Nabi Ibrahim, ternyata konsep berkurban sudah dilakukan oleh keturunan Nabi Adam. Disebutkan dalam al-Qur’an ayat 27 Surat Al-Maidah,“Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil ) menurut agama yang sebenarnya ketika keduanya mempersembahkan Qurban, maka diterima dari seorang dari mereka berdua (Habil ) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil) : “Aku pasti membunuhmu”. (Habil) berkata: “ Sesungguhnya Allah hanya menerima (Qurban) dari orang-orang yang takwa.”
Lagi-lagi, ini berbicara tentang ketakwaan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga timbul pertanyaan apakah Ahok juga bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Tala? Apakah Ahok telah berpindah agama dan mengikuti ajaran agama Islam serta paham subtansi berkurban yang sesungguhnya? Ataukah Ahok justru sedang menguji apakah keyakinan umat Islam bisa ‘disuap’ dengan hewan kurban atas nama kemanusiaan?
Semua pertanyaan ini hanya bisa kita jadi renungan sekaligus pengajaran berharga agar tidak gegabah menerima hewan kurban bila bukan berasal dari orang-orang yang mengakui Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai kebenaran.
Tentu saja, asumsi yang dikemukakan tadi butuh kajian lebih dalam namun setidaknya patut untuk jadi pergulatan ajar kewaspadaan bagi umat Islam dalam membedakan mana yang memang religiusitas dan kemanusiaan. Ajaran yang bersumber dari Al-Qur’an apalagi menyangkut ibadah bukanlah main-main, bukan sekadar memanusiakan manusia dan mengenyangkannya dengan daging kurban. Ada banyak hal lain yang harus ditelaah baik-baik, sebab ini menyangkut harga diri agama Islam. [ip]
Tentu saja, berita ini menggembirakan karena ada sebuah penghormatan yang luar biasa dari Gubernur DKI Jakarta terhadap hari besar agama Islam, yaitu mengenang keridlaan Nabi Ibrahim As mengurbankan anaknya yang bernama Ismail sebagai bukti ketakwaannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hal di atas tertuang dalam Qur’an Surah Ash-Shaffat Ayat 102, yang artinya “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Jika mencermati lebih saksama, sesungguhnya inti dari berkurban bukan sekadar menyembelih hewan, bukan sekadar kemanusiaan tetapi juga ada unsur ketakwaan. Keyakinan untuk menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Tala! Bukankah awalnya yang disembelih adalah anak kandung Nabi Ibrahim As untuk menguji adakah sang nabi beriman kepada-Nya meski kemudian atas kehendak Allah, diganti dengan hewan? Oleh sebab itu sekali lagi ditekankan, menunaikan ibadah menyembelih hewan kurban tidak bisa sekadar dimaknai ‘sedekah daging’ kepada umat Islam.
Bahkan jauh sebelum Nabi Ibrahim, ternyata konsep berkurban sudah dilakukan oleh keturunan Nabi Adam. Disebutkan dalam al-Qur’an ayat 27 Surat Al-Maidah,“Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil ) menurut agama yang sebenarnya ketika keduanya mempersembahkan Qurban, maka diterima dari seorang dari mereka berdua (Habil ) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil) : “Aku pasti membunuhmu”. (Habil) berkata: “ Sesungguhnya Allah hanya menerima (Qurban) dari orang-orang yang takwa.”
Lagi-lagi, ini berbicara tentang ketakwaan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga timbul pertanyaan apakah Ahok juga bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Tala? Apakah Ahok telah berpindah agama dan mengikuti ajaran agama Islam serta paham subtansi berkurban yang sesungguhnya? Ataukah Ahok justru sedang menguji apakah keyakinan umat Islam bisa ‘disuap’ dengan hewan kurban atas nama kemanusiaan?
Semua pertanyaan ini hanya bisa kita jadi renungan sekaligus pengajaran berharga agar tidak gegabah menerima hewan kurban bila bukan berasal dari orang-orang yang mengakui Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai kebenaran.
Tentu saja, asumsi yang dikemukakan tadi butuh kajian lebih dalam namun setidaknya patut untuk jadi pergulatan ajar kewaspadaan bagi umat Islam dalam membedakan mana yang memang religiusitas dan kemanusiaan. Ajaran yang bersumber dari Al-Qur’an apalagi menyangkut ibadah bukanlah main-main, bukan sekadar memanusiakan manusia dan mengenyangkannya dengan daging kurban. Ada banyak hal lain yang harus ditelaah baik-baik, sebab ini menyangkut harga diri agama Islam. [ip]
Posting Komentar